IPF Desak Kapolri Copot Kapolres Rote Ndao : Jangan Bungkam Suara Rakyat


KUPANG - Gelombang kritik terhadap aparat kepolisian kembali mencuat. Organisasi masyarakat Ikatan Paguyuban Flotirosa (IPF)  NTT, melalui Plt. Koordinator Umum Sherly Tade mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mencopot Kapolres Rote Ndao.

Desakan keras ini muncul setelah penahanan pegiat sosial Erasmus Frans Mandato yang dinilai cacat hukum dan sarat kriminalisasi. Menurut Sherly, apa yang disampaikan Erasmus hanyalah informasi awal mengenai dugaan pelanggaran, yang seharusnya ditindaklanjuti secara hukum, bukan dijadikan alasan untuk membungkam kritik dengan jerat UU ITE.

“Polres Rote Ndao jelas keliru. Kritik warga bukan kejahatan, melainkan bagian dari kontrol sosial. Tapi justru dijadikan senjata untuk menakut-nakuti masyarakat. Ini pola lama oligarki yang harus dihentikan,” tegas Sherly, Jumat (12/9/2025).

IPF menilai, langkah Polres Rote Ndao bukan hanya kesalahan prosedur, tetapi juga menunjukkan wajah hukum yang tunduk pada kepentingan tertentu. Jika kritik dianggap ancaman, maka demokrasi di daerah akan mati pelan-pelan.

Sherly juga menuding aparat kepolisian di Rote Ndao gagal memahami posisi mereka sebagai pengayom rakyat. “Bagaimana masyarakat bisa percaya pada hukum, kalau polisi lebih sibuk mengamankan kepentingan proyek ketimbang mendengar suara warga?” tambahnya.

IPF mendesak Kapolri segera bertindak tegas dengan mencopot Kapolres Rote Ndao. “Kalau Kapolri diam, ini berarti restu terhadap praktik pembungkaman rakyat. Padahal polisi seharusnya menjaga, bukan menindas,” pungkas Sherly.

Kasus Erasmus Frans Mandato kini menjadi sorotan nasional. Banyak pihak menilai, kriminalisasi dengan UU ITE yang kerap dipakai untuk membungkam kritik adalah cermin lemahnya reformasi hukum di tubuh kepolisian. Jika tidak ada langkah tegas dari Kapolri, masyarakat semakin yakin bahwa hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. @Ory

Lebih baru Lebih lama