Sidang Kasus Eks Kapolres Ngada Semakin Seru, Penasihat Hukum: Itu Kesepakatan Produsen dan Konsumen


KUPANG - Perkara dengan terdakwa eks Kapolres Ngada dalam gugatan melakukan kekerasan seksual yang digelar di Pengadilan Negeri Kupang kian seru.

Akhmad Bumi, SH selaku kuasa hukum terdakwa Fajar mengatakan persidangan kali lalu berjalan alot saat pemeriksaan ahli, baik ahli dari RS Bayangkari maupun ahli dari LPSK.

Kepada wartawan Kamis (21/8/2025) Akhmad Bumi menjelaskan bahwa fakta atas perkara ini telah terbentuk walau sidang belum berakhir.

Ada 3 hal dari rangkaian fakta yang sementara terungkap dalam persidangan.

Pertama, ada anak yang menjalankan aktivitas prostitusi online. Untuk hal ini tepat disebut produsen, karena ada ketersediaan barang dan jasa dari mereka yang ditawarkan pada konsumen. Ada hak dan kewajiban dan mereka saling membutuhkan, tidak saling merugikan. Sehingga tidak tepat kita gunakan diksi korban.

Kedua, ada konsumen yang tertarik dengan barang dan jasa yang ditawarkan produsen. Ada kontak kesepakatan, ada barang, ada harga. Konsumen berminat maka lahirlah kesepakatan tersebut. Ada hak dan kewajiban didalam. 

Hak dan kewajiban produsen dan konsumen ini diatur dalam UU Perlindungan konsumen. Jika ada pihak produsen dan konsumen dirugikan, ada ruang penyelesaian melalui badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK), ada di dinas perdagangan dan industri propinsi maupun kabupaten/kota. Jika buntu penyelesaian di BPSK maka dibawah ke pengadilan. 

Ketiga ada Mucikari sebagai perantara atau pengasuh.

Dikatakan Akhmad Bumi, Tiga hal tersebut kenapa bisa terjadi, analisis sementara kami atas fakta bahwa itu akumulasi dari banyak tekanan dalam menjalankan hidup.

"Ada tekanan ekonomi, pendidikan rendah, bergaul pada lingkungan yang negatif, perkembangan tekhnologi informasi yang pesat, ada disfungsi keluarga, dan juga gaya hidup hedonis," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan Akhmad Bumi, Mereka butuh uang untuk hidup, mereka butuh pakaian, butuh hp android juga i-phone. Dan mereka berada pada usia produktif tapi putus sekolah. Ini tekanan hidup dan gaya hidup hedon.

"Jadi ada disfungsi keluarga, anak-anak keluar sore dan pulang dini hari tapi sebagai orang tua tidak ada gelisah dan tidak mencari anak. Konteks ini perlu didalami lebih lanjut. Dan bukan hanya sekali, tapi sudah biasa keluar sore dan pulang dini hari, lebih dari satu kali, " Ungkap Akhmad Bumi.

Akhmad Bumi menambahkan, Ini bukan terjadi secara tiba-tiba tapi ini akumulasi dari berbagai tekanan hidup.

Fenomena ini menjadi tanggungjawab semua pihak. Pemerintah perhatikan kebijakan untuk tekan angka kemiskinan dan pendidikan biaya murah. Disfungsi keluarga menjadi tanggungjawab orang tua, tokoh agama, juga pihak sekolah. 

Perkembangan informasi yang pesat, perlu ada filter atau ketahanan diri yang kuat pada anak-anak. Jadi bukan hanya tanggung jawab pihak penegak hukum. 

"Jadi terkait kasus ini kita harus telusuri dari hulu, kalau penegak hukum sudah di hilir. Kerja-kerja penegakan hukum, konseling oleh LPSK itu ketika kejadian sudah terjadi. Tapi lebih penting mencegahnya dari hulu dengan kompleksitas masalah dari kejadian ini,* Pungkas Akhmad Bumi menutup pernyataannya. @*Tim

Lebih baru Lebih lama